Sektor pertambangan menjadi salah satu usaha yang potensial di Indonesia, namun, usaha tambang memerlukan izin, misalnya, izin pertambangan rakyat. Izin tersebut harus diurus, jika Anda berencana melakukan usaha pertambangan rakyat, agar lebih jelas, simak uraian berikut ini.
Definisi Izin Pertambangan Rakyat
Berdasarkan jenis pengelolaannya, pertambangan terdiri dari kelompok yang berbeda-beda, salah satunya yaitu pertambangan rakyat. Izin Pertambangan Rakyat (IPR) merupakan sebuah kuasa pertambangan yang pemerintah berikan ke rakyat setempat, untuk menjalankan usaha pertambangan. Tetapi, luas wilayahnya terbatas.
IPR memiliki ciri utama yaitu luas wilayah dan investasi yang mempunyai batasan tertentu. Umumnya, pihak yang berhak memperoleh IPR yaitu penduduk setempat, baik perorangan, kelompok masyarakat dan koperasi.
Sesuai peraturan perundang-undangan, bupati maupun walikota dapat melimpahkan kewenangan dalam memberikan IPR ke camat. Untuk memperoleh IPR, pemohon harus menyampaikan surat pemohon ke bupati atau walikota.
Adapun, luas wilayah dari satu IPR dapat diberikan ke perorangan, yang memiliki luas paling banyak satu hektar. Selain itu, kelompok masyarakat dengan maksimal luasnya 5 hektar dan koperasi maksimal luas wilayahnya adalah 10 hektar.
Tetapi, IPR hanya berlaku selama lima tahun saja, lebih dari itu, harus diperpanjang lagi. Bisa dikatakan, IPR memiliki masa izin lebih singkat daripada izin pertambangan lainnya, seperti Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Jika memang ada, biaya dalam IPR, maka biaya itu ditanggung pihak pemohon. Agar lebih mudah membuat IPR, Anda bisa menggunakan jasa pengurusan IUJP.
Peraturan yang Mengatur IPR
Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara, merupakan peraturan yang mengatur izin pertambangan rakyat. Pada undang-undang itu, tim riset dunia tambang sudah menyusun kebijakan pertambangan rakyat secara lengkap.
Regulasi maupun dasar hukum IPR sangat penting, terutama untuk membuka wawasan masyarakat. Sementara, kelompok bahan galian pada aktivitas pertambangan rakyat, diatur oleh pasal 66 undang-undang nomor 4 tahun 2009.
Berdasarkan undang-undang itu, kelompok galian antara lain, pertambangan galian batuan, pertambangan galian batubara, pertambangan galian mineral logam. Ada juga pertambangan galian bukan logam.
Adapun, seluruh aktivitas pertambangan rakyat harus berada dalam wilayah pertambangan rakyat. Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) menjadi salah satu syarat dalam pembuatan IPR, yang harus ada.
Karena itu, sebelum seseorang maupun kelompok harus mengajukan permohonan, untuk proses penentuan WPR. Ketika persyaratan WPR sudah diterima serta disetujui, selanjutnya, orang maupun suatu kelompok akan memperoleh WPR.
Bisa dikatakan, WPR nantinya menjadi area untuk menjalankan aktivitas pertambangan. Namun, aktivitas itu, baru dapat dilakukan, sesudah memperoleh IPR.
Pihak yang Menetapkan WPR
Bupati maupun walikota merupakan pihak yang akan menetapkan wilayah pertambangan rakyat. Tetapi, hal itu diputuskan sesudah konsultasi dengan DPD Kabupaten maupun kota. Kriteria penetapan WPR sendiri, tertera dalam UU minerba pasal 22.
Bupati maupun walikota wajib mengumumkan secara terbuka dan jujur kepada masyarakat mengenai rencana WPR. Hal tersebut dilakukan bupati maupun walikota ketika menetapkan suatu wilayah pertambangan rakyat.
Kemudian, wilayah maupun tempat untuk pertambangan rakyat yang pernah dikerjakan sebelumnya, tetapi belum pernah ditetapkan sebagai WPR. Maka, wilayah tersebut diprioritaskan segera ditetapkan menjadi wilayah pertambangan rakyat.
Izin pertambangan rakyat biasanya didapatkan penduduk setempat, seperti, individu, kelompok masyarakat serta koperasi, yang berencana menjalankan usaha pertambangan rakyat. Segala persyaratan maupun ketentuan IPR telah diatur dalam undang-undang, dan jangka waktu berlakunya IPR terbilang singkat, hanya lima tahun.